TEMPO.CO, Bangkok – Para pemimpin Asia akan membahas dampak dari perang tarif antara Amerika dan Cina pada pertemuan puncak KTT ASEAN di Bangkok akhir pekan ini.
Baca juga: Gala Dinner KTT ASEAN Sajikan Hidangan Lokal Singapura, Apa saja?
Pada saat yang sama, pemerintah Cina berupaya menggolkan kesepakatan dagang dengan negara-negara ASEAN, yang mencakup 40 persen total perdagangan global tidak termasuk Amerika Serikat.
Sengketa Laut Cina Selatan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia warga etnis minoritas Rohingya oleh Myanmar juga bakal menjadi agenda pembahasan dalam pertemuan puncak para pemimpin ASEAN ini.
Baca juga: KTT ASEAN Mulai Digelar, Apa Saja yang Dibahas?
Pertemuan di Bangkok berlangsung pada Sabtu hingga Ahad pada akhir pekan ini.
“Salah satu penerima manfaat tebesar (dari perang tarif) adalah ASEAN,” kata Drew Thompson, seorang peneliti di Lee Kuan Yew School of Public Policy di Singapura seperti dilansir Channel News Asia pada Kamis, 20 Juni 2019.
Thompson mengatakan ASEAN menjadi basis untuk aktivitas manufaktur berbiaya rendah sehingga bisa mendapat keuntungan dari sengketa dagang AS dan Cina ini.
Baca juga: Jokowi Hadiri Pembukaan KTT Asean di Singapura
Perang dagang AS dan Cina, yang merupakan dua ekonomi terbesar dunia, mendorong sejumlah perusahaan manufaktur besar untuk keluar dari Cina dan memproduksi barangnya di negara ASEAN.
Presiden Amerika, Donald Trump, telah mengenakan kenaikan tarif senilai US$200 miliar atau sekitar Rp2.900 triliun impor produk dari Cina dengan kisaran 15 – 25 persen. Produk itu berupa kaos kaki dan sepatu hingga mesin cuci dan furnitur. Ini membuat Beijing ikut menaikkan tarif impor untuk produk senilai sekitar US$60 miliar atau sekitar Rp850 triliun dari Amerika.
Beberapa perusahaan seperti Brooks Running Company dan pembuat mesin cuci Haier mulai bermigrasi dari Cina ke Vietnam, Thailand, dan Indonesia, yang tidak terkena kenaikan tarif impor oleh AS.
Dengan dampak industri yang terasa ini, Cina berupaya meningkatkan upayanya meneken perjanjian dagang besar dengan negara-negara di Asia Tenggara.
Pakta perdagangan ini bernama Regional Comprehensive Economic Partnership termasuk dalam 10 negara ASEAN termasuk India, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
Pakta ini menghubungkan setengah dari populasi dunia. Ini juga membuat Cina bisa merancang arsitektur perdagangan Asia Pasifik dan menyuarakannya dalam KTT ASEAN.